Hadiri Rakornas Kemendagri, Moeldoko Ingatkan soal Bahaya Revolusi Jari

Hadiri Rakornas Kemendagri, Moeldoko Ingatkan soal Bahaya Revolusi Jari

Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko menilai bahwa Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memiliki tantangan kompleks untuk menciptakan kondisi nyaman dan aman menjelang pesta demokrasi yang berlangsung pada 17 April 2019 mendatang.

Moeldoko lantas menyebut, salah satu tantangan yang harus diwaspadai oleh Kemendagri adalah revolusi jari, yakni banyaknya penyebaran berita-berita tidak benar alias hoaks hanya dalam waktu 30 detik.

"Saya sekarang lagi mencari istilah revolusi 'jari' saat ini, di mana penggiat media sosial menjelaskan kepada saya pada saat berdiskusi, pertarungan 30 detik itu luar biasa ya," ujar Moeldoko saat menghadiri Rakornas Bidang Kehumasan dan Hukum yang diprakarsai Kemendagri di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Senin (11/2/2019).

Mantan Panglima TNI itu kembali mengingatkan betapa berbahayanya penyebaran berita bohong (hoaks) di tengah masyarakat. Apalagi, penyebaran hoaks tidak hanya dapat beredar melalui lisan, namun juga media sosial (medsos) yang marak belakangan ini. Apalagi, masyarakat seringkali mengonsumsi berita tanpa menelusuri kebenarannya.

“Di mana menentukan kebenaran jadi sulit, karena rata-rata dari kita memindahi suatu berita, akhirnya tidak memahami kebenarannya. Bisa-bisa ditransfer ke orang lain, padahal berita itu berita yang paradoks, antara situasi sesungguhnya dengan berita yang dieksploitasi,” tuturnya.

Moeldoko mengatakan, Biro Humas Kemendagri mengalami kewalahan merebut ruang-ruang publik yang sudah direbut oleh kelompok-kelompok tertentu.

Peredaran informasi kata dia, belakangan kian masif melalui media sosial. Sementara Kemendagri arahnya lebih cenderung ke media konvensional.

Kondisi ini semakin menyulitkan lantaran penyebaran berita yang masih diragukan kebenarannya bisa saja dijadikan alat bisnis dan politik. "Ini sebuah tantangan baru yang dihadapi oleh kita semuanya saya pikir apa Mendagri kewalahan bagaimana menyiapkan perebutan ruang publik itu," ujarnya.

"Satu sisi kehumasan kita masih kepada kondisi tradisional tapi pada sisi yang lain ruang publik dikuasi oleh kelompok-kelompok tertentu, di mana kadang-kadang tidak saja persoalan politik yang di-endorse, tapi juga ada persoalan bisnis di dalamnya,” kata Moeldoko.